30 Desember 2008

"Petilasan Sri Aji Jayabaya"



Setelah mengelar doa bersama di balai desa Menang,
rombongan melakukan kirab menuju petilasan Jayabaya.


Pada abad XII kerajaan Kediri pernah dipimpin oleh seorang raja yang bergelar prabu Sri Aji Jaya Baya. Dalam sejarah kerajaan Kediri, Jayabaya adalah raja yang dikenal sakti dan mampu meramalkan kejadian yang akan datang. Ramalan itu dikenal dengan "Jongko Joyoboyo. Bahkan beberapa masyarakat percaya ramalan tersebut masih berlaku hingga sekarang.



Selain pada 1 Muharam, pada hari-hari tertentu petilasan ini juga ramai dikunjungi para peziarah.

Menurut para sesepuh desa Menang, Jayabaya adalah titisan dari dewa Wisnu. Yaitu dewa yang menjaga keselamatan dan kesejahteraan di muka bumi. Cerita rakyat yang berkembang di masyarakat pada akhir hidupnya Jayabaya tidaklah meninggal. Melainkan muksa atau raib jiwa beserta jasadnya. Tempat muksa Jayabaya terletak di desa Menang, kecamatan Pagu. Tepatnya sekitar 8 km dari kota Kediri.


Selama prosesi upacara berlangsung, hanya para sesepuh beserta pembawa perlengkapan ubo rampe
saja yang diperbolehkan masuk area petilasan.

Menurut Misri sang juru kunci petilasan, ada empat tempat sakral di komplek tersebut. Beberapa tempat itu adalah loka mukso yaitu tempat prabu Jayabaya menghilang atau mukso, loka busana tempat meletakkan busana kebesarannya sebelum muksa, loka mahkota sebuah tempat untuk meletakkan mahkotanya, dan yang terakhir adalah Sendang Tirto Kamandanu tempat pemandian yang biasa digunakan Jayabaya.


Loka Mahkota adalah tempat prabu Jayabaya meletakkan mahkota, beberapa saat sebelum muksa.
Bentuk bangunannya menyerupai cungkup mahkota setinggi 4 meter.


Pada awal tahun baru Hijriyah atau 1 Muharam komplek tempat muksanya Jayabaya ramai dikunjungi orang. Mereka datang dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda. Mulai dari sekedar berziarah hingga mencari berkah. Di komplek petilasan pada tanggal 1 Muharam atau 1 Suro digelar berbagai prosesi ritual napak tilas. Acara yang diadakan oleh Yayasan Hontodento dari Yogyakarta dan pemerintah kabupaten Kediri ini, selain untuk menghormati Jayabaya juga dijadikan agenda wisata budaya rutin tiap tahun. Rangkaian prosesi tersebut diawali dengan doa bersama yang digelar di balai desa Menang.



Dalam prosesi tabur bunga, pembawa dan yang menaburkan bunga haruslah gadis yang masih perawan.

Selanjutnya rombongan warga yang mengenakan busana Jawa tersebut, melakukan kirab atau berarakan menuju petilasan. Dalam barisan kirab terdiri dari para sesepuh, pembawa payung pusaka, pembawa bunga dan warga sekitar. Rombongan pembawa ubo rampe atau segala kebutuhan upacara lebih didominasi oleh para gadis yang masih perawan dan para jejaka. Setelah memasuki area petilasan tidak semua rombongan bisa memasuki petilasan. Hanya para sesepuh dan pembawa ubo rampe saja yang boleh masuk. Setelah prosesi upacara selesai, rombongan yang lain baru diperbolehkan masuk.



Peserta ritual lebih banyak didominasi oleh para gadis dan jejaka.

Di area petilasan digelar beberapa prosisi upacara, antara lain prosesi tabur bunga yang dilakukan oleh para perawan disekitar tempat muksanya Jayabaya. Tak jarang dalam prosesi ini para pengunjung berebut bunga yang digunakan ritual tabur bunga. Menurut para peziarah, bunga yang digunakan dalam upacara ini banyak memiliki berkah. Selanjutnya prosesi utama adalah penyemayaman pusaka Jayabaya di lokasi petilasan. Dalam ritual ini dilanjutkan permohonan doa yang dipimpin oleh seorang sesepuh.



Dengan diselimuti aroma dupa seorang sesepuh memanjatkan doa di area petilasan.

Seluruh rangkaian ritual tersebut, diakhiri di Sendang Tirto Kamandanu. Sebuah sendang yang terletak sekitar 1 km dari petilsan tempat muksa Jayabaya. Hal ini dilakukan untuk membuang sial dan pengaruh jahat yang bisa mengganggu para peserta ritual.


Setelah beberapa ritual di kompleks petilasan selesai digelar,
rombongan melanjutkan kirab menuju Sendang Tirto Kamandanu.


Meskipun seluruh prosesi ini dilakukan setiap satu tahun sekali, tapi pada hari-hari tertentu petilasan Jayabaya juga ramai dikunjungi orang baik dari dalam maupun luar kabupaten Kediri. Menurut warga sekitar petilasan, tak jarang para tokoh politik juga sering melakukan ziarah ditempat ini.

22 Desember 2008

"Menari diatas Angin"



Para penonton terpesona menyaksikan tarian indah diatas angin.
Berbagai trik dan atraksi bersepeda gaya bebas ditunjukkan oleh para freestyler dari dalam maupun luar negeri.


Sebuah even "BMX ASIAN Competition 2008" digelar di atrium ITC Surabaya Mega Grosir. Kurang lebih 80 orang rider (freestyler) berlaga mencoba kepiawaian dalam adu ketangkasan bersepeda BMX. Event yang berlangsung pada hari Sabtu (20/12) di lantai LG Atrium ITC Surabaya Mega Grosir ini dimulai pukul 12.00 hingga 20.30 wib.

Peserta tidak hanya berasal dari Surabaya atau Indonesia saja, bahkan mereka datang dari luar negeri seperti dari Thailand, Singapura, Malaysia, Korea, Hongkong bahkan Amerika.


Power, semangat, keberanian, dan perhitungan yang tepat adalah modal yang harus dimiliki para peserta BMX Asian Competition.


Menurut Jeanni Amelia, Promotion Manager Wim Cycle, beberapa peserta sudah menjajal lapangan (arena lomba) dari kemarin (19/12), supaya dalam perlombaan nanti mereka mampu menampilkan kemampuan terbaiknya. Meskipun yang mengadakan ajang ini adalah Wim Cycle, tapi Tim Wim Cycle sendiri turut andil pula dalam perlombaan itu sebagai peserta. Karena itu, juri yang akan menilai dalam perlombaan ini diambil dari Asosiasi BMX Indonesia.

Jatuh dan terluka adalah resiko yang biasa diterima oleh para freestyler.


Juri terdiri dari 3 orang, dengan diketuai oleh Apep (asli Bandung) yang sudah memegang lisensi sebagai Juri Tingkat Internasional, yang lainnya adalah Caplang dari Jakarta dan Levi dari Jakarta.

Dari Indonesia, juga hadir freestyler terbaiknya yaitu Moonthink Bilga peringkat ke-6 BMX Rider terbaik se Asia. Selain itu Rizky Leonardo peringkat ke 8 dan Ivan Nurma.


20 Desember 2008

"Menguntai Benang Menuai Asa.."


Meski bentuknya sederhana, beberapa orang menggunakan kain serbet
sebagai pemanis tampilan pada sebuah hidangan.


Siapa sangka sebuah lap meja atau serbet yang dipandang sebelah mata ternyata memiliki banyak manfaat. Selembar kain berukuran 50 cm ini biasa digunakan sekedar untuk membersihkan meja makan hingga pemanis tata letak sebuah menu hidangan. Dengan sebuah serbet seorang pengunjung resto atau rumah makan bisa nyaman dan yakin akan kebersihan makanan yang dihidangkan.



Untuk mengoperasikan alat pintal dibutuhkan konsentrasi tinggi,
kesabaran, kejelian, bakat, kecepatan tangan dan stamina yang kuat untuk mengayuh pedal.

Untuk membuat sebuah serbet atau lap meja ternyata memiliki runtutan yang cukup panjang. Sebelum berupa serbet, terlebih dahulu kita harus membuat seutas benang dari kapas. Dengan bantuan sebuah alat selanjutnya beberapa benang dipintal menjadi selembar kain, dan dengan keahlian khusus bisa dihias berbagai motif yang menarik.

Keahlian memintal kain banyak dimiliki oleh masyarakat kampung Padangan, kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Selain sebagai petani dan pedagang, masyarakat desa ini bermata pencaharian sebagai pemintal kain. Bahkan dalam satu keluarga ada yang memiliki alat pintal lebih dari tiga buah. Di desa ini bahan dasar pembuatan benang disuplai oleh beberapa pemasok.



Sesekali Suminten harus menghentikan alat pintal,
untuk menyambung benang yang putus dan merapikan hasil pintalannya.

Sudah sejak turun-menurun kegiatan memintal kain ditekuni ibu-ibu rumah tangga. Salah satunya adalah Suminten (37). Semenjak berusia 12 tahun ibu satu anak ini menekuni pekerjaan memintal kain untuk serbet. Menurutnya tidak semua orang bisa melakukan pekerjaan ini. Meskipun dengan belajar belum tentu bisa mengoprasikan alat pintal. Semua harus ditunjang bakat alami dari orang tua.

Dalam sebuah rangkaian alat pintal, banyak terdapat bagian-bagian yang memiliki nama dan fungsinya sendri-sendiri. Kerangka alat pintal yang terbuat dari kayu biasa disebut tustel. Untuk meratakan benang agar tidak kusut dibutuhkan sebuah alat bernama sisir. Ada sebuah alat yang disebut rudal, dengan sistem kerja bergerak maju mundur untuk memasukkan benang. Masih banyak nama unik dan bagian yang lainnya.

Untuk mengoperasikan alat pintal dibutuhkan konsentrasi tinggi, kesabaran, keahlian dan kecepatan tangan dalam menata benang serta kejelian mata melihat hasil pintal. Selain itu stamina yang bagus juga dibutuhkan untuk mengayuh dua pedal agar alat pintal bisa bekerja.



Karena kondisi kesehatan semakin melemah, tak jarang Suminten dibantu oleh anak laki-lakinya.

Disebuah rumahnya yang sederhana Suminten telah 25 tahun menekuni pekerjaan memintal kain ini. Dalam satu hari bisa menghasilkan hingga 10 meter kain. Untuk 1 meter kain biasanya dihargai Rp. 1.900. Beberapa kain hasil buatanya ini akan diolah dan dipotong sendiri oleh para pengepulnya. Serbet hasil karya ibu-ibu ini biasa dipasarkan di Jogjakarta, Semarang, Malang dan Surabaya. Biasanya setiap 50 meter hingga 100 meter, kain hasil buatannya akan dijual ke pengepul. Tak jarang pera pengepul sendiri yang mengambil dirumahnya.

Selain memintal benang Suminten juga membuka toko yang menjual kebutuhan sehari-hari. Hal ini dikarenakan semakin hari kesehatannya semakin menurun. Menurut dokter dia disarankan untuk banyak istirahat. Jika dahulu dalam sehari dia mampu menghasilkan 15 meter kain, kini hanya mapu menghasilkan kurang dari 10 meter. Saat ini Suminten mengaku sudah tidak seproduktif dulu. Dia akan berhenti memintal jika kondisi badannya capek dan mulai melemah.

19 Desember 2008

'Pringgodani'

Nama bambu kecil sepanjang 1,5m ini adalah pringgodani.
Tanaman bambu jenis ini banyak terdapat di sekitar dataran tinggi Dieng.
Cukup dengan membayar Rp. 5.000 oleh-oleh khas Dieng ini bisa dibawa pulang.


Dalam cerita pewayangan Pringgodani adalah sebuah negara yang dihuni oleh para raksasa atau golongan buto. Negara yang dipimpin prabu Tremboko itu adalah tempat kelahiran Gatotkaca. Setelah salah seorang anak penguasa Pringgodani menikahi Bimasena. Lahirlah jabang bayi degan fisik setengah raksasa dan setengah manusia. Bayi yang lahir dari rahim Dewi Arimbi diberi nama jabang Tetuko. Kelahiran si jabang bayi memiliki banyak keanehan. Tali pusarnya tidak bisa dipotong dengan berbagai senjata dari logam.

Akhirnya setelah mendapat petunjuk dari dewa, Arjuna ksatria penegah Pandawa mencari pusaka untuk memotong tali pusar. Pusaka itu adalah wijayadanu dan wijayacapa milik Raden Suryatmaja atau Adipati Karno ketika masih muda. Karena tidak mau menyerahkan kepada Arjuna akhirnya terjadi perang tanding. Kedua ksatria memiliki kesaktian yang sama hebatnya. Akhir dari adu kesaktian ini, Arjuna hanya bisa mendapatkan sarung senjata atau warangkanya saja. Dengan sarung pusaka wijayadanu (kunta druwasa) tali pusar jabang tetuko berhasil dipotong. Dan keanehan kembali terjadi.. Saat memotong tali pusar warangka pusaka wijayadanu masuk kedalam tubuh si jabang tetuko. Dari menyatunya pusaka dan badan si jabang bayi, membuat bayi yang baru berusia 16 hari menjadi sangat sakti. Untuk membunuhnya hanya bisa menggunakan pusaka Kunta druwasa. Karena hanya energi dari proses 'pusaka manjing warangka' atau masuknya pusaka kedalam sarungnya saja, yang bisa menghancurkan badan Jabang Tetuko.

Lahirnya Jabang Tetuko tepat bersamaan dengan kemelut yang melanda kahyangan Jongringsaloka. Tempat para dewa dan bidadari tinggal mendapat serangan prabu Kala Pracona dari negara Ngembatputihan. Karena keinginan untuk menikahi seorang bidadari dari kahyangan Jonggringsaloka tidak dituruti, akhirnya raja dari para raksasa ini mengobrak-abrik kediaman para dewa. Seluruh kesatria kahyangan telah dikerahkan untuk menandingi kesaktian Kala Pracona, tetapi tak satupun yang berhasil.

Hal ini membuat para dewa panik dan mengutus batara Narada mencari ksatria yang bisa dijadikan tameng untuk menjadi jagonya para Dewa. Setelah semua satria sakti dari bumi tidak bisa menandingi Kala Pracona, betara Narada menemukan Jabang Tetuko yang masih berusia 16 hari. Meski masih bayi kesaktian putra Bima bisa dirasakan oleh betara Narada. Dan Jabang tetuko dibawa naik khyangan untuk melawan raja raksasa pembuat onar.

Bagaimanapun juga Kala Parcona adalah seorang Kkesatria dari Ngembatputihan. Dia tidak mau menghadapi jagonya para dewa yang masih seorang bayi. Akhirnya para dewa menggodok Jabang tetuko di dalam kawah Candradimuka. Berbagai pusaka dan senjata sakti para dewa turut dilebur dalam kawah yang bergejolak itu. Dalam sekejap bayi yang berwujud separuh raksasa berubah menjadi kesatria yang gagah dan rupawan. Berbagai leburan pusaka dan panasnya kawah telah merubah Jabang tetuko menjadi semakin sakti. Karena fisiknya telah berubah, para dewa memberikan nama baru yaitu Gatotkaca. Yang memiliki arti berkumpulnya kesentosaan. Gatotkaca disebut juga 'satriyo babaran kahyangan' atau ksatria lahir dari kahyangan.

Dari ksatriya muda inilah Kala Pracona berhasil dikalahkan. Karena peperangan itu adalah pertama kalinya bagi Gatotkaca, putra Bima ini belum bisa cara membunuh musuhnya. Kala Pracona mati dengan sebuah gigitan dileher oleh cucu penguasa kerajaan raksasa di Pringgodani ini. Karena kesaktiannya, Gatotkaca dikenal sebagai kesatria Pringgodani putra Dewi Arimbi.

Beberapa nama tokoh dan tempat kejadian dalam cerita pewayangan sangat erat kaitannya dengan masyarakat Dieng. Beberapa tempat di sana diberi nama seperti dalam cerita pewayangan. Beberapa diantaranya adalah kawah candradimuka, candi Bima dan banyak yang lainnya.. Disekitar area wisata kawah candradimuka maupun kawah yang lain banyak dijumpai orang yang menjual sebilah bambu kecil dengan ukuran 1,5 meter. Bambu berwarna kuning kehijauan ini diberi nama bambu gondani atau dalam bahasa jawa disebut pringgondani (tempat Gatotkaca berasal).

Rumpun bambu jenis ini banyak sekali hidup liar di dataran tinggi Dieng. Sebagai cindera mata yang unik dan khas, satu bilah bambu ini dijual dengan harga Rp.3.000 - Rp. 5.000. Sebagai bukti pernah singgah di Dieng Plateu, gak ada salahnya memilih cindera mata satu ini sebagai hiasan di rumah.


18 Desember 2008

"Three Musketeer"

Meski BBM Turun naik, sepertinya hal itu tidak terlalu berimbas pada masyarakat di daerah Wonosobo. Untuk mobilitas tiap harinya mereka lebih memilih berjalan kaki. Selain murah juga sangat menyehatkan bagi tubuh. Meski karakter jalannya banyak terdapat tanjakan, tak jarang didaerah ini ditemui perempuan menggendong kayu atau benda berat ditubuhnya.

16 Desember 2008

Cruiser POC Menjelajah Dieng

Route perjalanan Cruiser POC Menjelajah Dieng

Akhir pekan yang lalu teman-teman Pulsar Owners Club (POC) Surabaya ngajak touring ke Dieng. Dari tema 'Cruiser POC Menjelajah Dieng’ (CPMD) acara lebih difokuskan pada hunting foto. Aku tertarik ikut acara ini. Itung-itung refreshing dari kejenuhan rutinitas kerja. Sebagai persiapan aku tukar motor dengan kang bro Pungky (sebutan untuk para angotanya). Rencananya minta tolong untuk menserviskan motorku. Maklum bengkel resmi hanya buka hari efektif saja. Sedangkan di saat jam kerja aku gak bisa meninggalkan kantor.

Pada hari yang telah ditentukan rombongan berkumpul di depan Maspion Square atau Giant Margorejo. Tepat pukul 22.30 wib rombongan berangkat dengan diantarkan 2 anggota lain. Cruiser yang tidak bisa ikut ke Dieng ini, melepas rombongan sampai di pasar Krian. Selanjutnya 6 sepeda motor pulsar tancap gas meluncur menuju Jombang. Sekitar 1 jam kami tiba di Braan tepatnya pertigaan perbatasan Jombang, Nganjuk dan Kediri. Di tempat itu rombongan lain dari Jombang dan Kediri telah menunggu dan siap bergabung menuju Dieng.

Setelah mengecek semua kelengkapan, rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Sekitar jam 00.30 rombongan sampai di daerah Caruban. Di warung nasi goreng depan SPBU 54.631.01 ini, kami berhenti untuk istirahat, makan, evaluasi, dan cek kondisi motor. Sekitar pukul 02.20 wib rombongan kembali meluncur menuju rumah kang Yudi di kelurahan Tulas, kecamatan Karangdowo, kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Di dusun Padangan ini kami tiba sekitar pukul 04.55 wib.



Tikungan tajam dan indahnya pemandangan disepanjang perjalanan, membuat rasa capek dan ngantuk menjadi hilang.


Setelah sarapan pagi rombongan CPMD kembali melanjutkan perjalanan. Sekitar pukul 12.30 kami sampai di pasar Selo. Disana babe Sawaldi dan kang Bro Teguh dari COPS (Community Of Pulsarian Solo) telah menunggu dan ikut gabung. Setelah istirahat sejenak untuk sekedar ngopi dan ngeteh, perjalananpun kembali berlanjut.



Sebelum memasuki kawasan Dieng, rombongan berhenti sejenak untuk mengambil gambar. Dari kejauhan tampak kabut tebal menyelimuti dataran tinggi Dieng


Dataran Tinggi Dieng

Sekitar jam 13.00 rombongan kembali meluncur menuju Dieng. Route yang dipilih adalah melewati Muntilan dan Magelang. Sampai di daerah Magelang rombongan sempat terpisah karena kemacetan jalan. Setelah bertemu kembali di pertigaan Secang, perjalanan dilanjut menuju alun-alun Temanggung untuk makan siang. (Wah.. kok sebentar-sebentar berhenti untuk makan..??? ini touring apa wisata kuliner. ya.??) Dari alun-alun yang terletak di jl.M.T Haryono, perjalanan dilanjutkan menuju Wonosobo.



Peta kawasan wisata dataran tinggi Dieng


Meski masih sore, namun sepanjang jalan menuju Dieng telah turun kabut dan hujan deras. Jarak pandang dari atas sepeda motor tidak lebih dari 3 meter. (bisa bayangin gimana gelap dan dinginnya disana..??) Selepas Isya kami tiba di kawasan wisata Dieng. Setelah istirahat dan makan malam, beberapa kang bro yang lain mencari penginapan untuk istirahat.

Setelah tawar-menawar dengan beberapa pemilik penginapan, akhirnya kami memilih home stay Flamboyan. Tarifnya lumayan murah. Untuk home stay dengan kapasitas 3 kamar, 1 dapur,1 ruang tamu, 1 set tv plus perlengkapan karaoke, mandi air hangat, serta servis minuman hangat untuk malam dan pagi, hanya dikenai Rp. 450.000 per hari. Itupun diisi kurang lebih 15 orang dan mendapatkan fasilitas selimut tebal untuk tiap orang.



Keesokan harinya rombongan menikmati aneka jajan gorengan dan sarapan di warung bu Madkur. Disini juga menyediakan masakan olahan dari cabai Bandung dan kentang merah khas dari Dieng.


Jika ditarik garis lurus, Dieng Plateu atau kawasan dataran tinggi Dieng tepat berada ditengah-tengah propinsi Jawa Tengah. Sedangkan letak astronomis berada sekitar 7,20º Lintang Selatan dan 109,92 º Bujur Timur. Dengan ketinggian ± 2.095m dpa, konon nama Dieng berasal dari bahasa Indonesia Purba (sebelum bahasa Kawi) atau mungkin bahasa Sunda Kuno. “Di” dan “Hyang” berarti Kediaman Para Dewa ( The Gods Abode). Dari kawasan Dieng inilah sumber mata air Sungai Serayu berada. Sungai yang mengalir di daerah Jawa Tengah bagian Selatan dan bermuara di Cilacap. Sumber mata air ini disebut dengan Tuk Bimo Lukar (Mata-air Bimo Lukar). Konon air dari Tuk Bimo Lukar dipercayai dapat membuat awet muda. Beberapa tempat di kawasan Dieng diberi nama dari cerita pewayangan.



Gapura Selamat Datang di kawasan Wisata dataran tinggi Dieng Kabupaten Banjarnegara. Mendung tebal masih menyelimuti kawasan ini. Hingga siang hari kawasan Dieng terus diguyur hujan.


Dataran tinggi ini memiliki keunikan budaya dan tempat-tempat yang menakjubkan. Dieng terbentuk dari gunung api tua yang mengalami penurunan drastis (dislokasi), oleh patahan arah barat laut dan tenggara. Gunung api tua itu adalah Gunung Prau. Pada bagian yang ambles itu muncul gunung-gunung kecil seperti Gunung Alang, Gunung Nagasari, Gunung Panglimunan, Gunung Pangonan, Gunung Gajahmungkur dan Gunung Pakuwaja. Beberapa gunung api masih aktif dengan karakteristik yang khas. Magma yang timbul tidak terlalu kuat seperti pada Gunung Merapi. Sedangkan letupan-letupan yang terjadi adalah karena tekanan air bawah tanah oleh magma yang menyebabkan munculnya beberapa gelembung-gelembung lumpur panas. Fenomena ini dapat dilihat pada Kawah Sikidang atau Kawah Candradimuka.



Sebelum melanjutkan perjalanan menuju lokasi berikutnya, rombongan Cruiser POC Menjelajah Dieng mengambil gambar di depan area parkir Kawah Sikidang



Purwaceng, Cabai Bandung dan Kentang Merah.

Kawasan wisata di kabupaten Banjarnegara ini memiliki keunikan pada masyarakatnya. Disekitar lokasi wisata banyak dijual beraneka ragam hasil bumi khas dataran tinggi. Berbagai jenis tanaman hias seperti edelweiss dan cemara lumut djual dengan harga Rp. 1.500 - Rp. 5.000. Sayur-sayuran asli dari Bandung seperti kentang merah dan lombok Bandung ternyata juga cocok dibudidayakan disini. Salah satu tanaman yang paling unik adalah purwaceng. Nah tanaman apaan tuh ..?? kok namanya bikin ngeres gitu..??



Hampir disemua lokasi wisata Dieng Plateu banyak dijual berbagai hasil olahan dari tanaman purwaceng. Di pasar dekat area parkir kawah Sikidang, 1 bungkus purwaceng dihargai Rp 1.500 - Rp. 6.000


Purwaceng adalah sejenis tanaman perdu yang memiliki banyak khasiat. Bentuknya sederhana, daunnya bergerigi, hijau serta memiliki batang kuning panjang menjalar. Karakternya lebih menyerupai rumput liar. Menurut penduduk asli Dieng, nama purwaceng berasal dari dua kata yaitu purwa dan ceng. Dalam masyarakat Jawa purwa berarti wiwitan atau awal. Sedangkan kata ceng berasal dari kata ***ceng atau bisa diartikan gairah. (Hehehe maap sensor..). Berarti jika diartikan dalam satu rangkaian, purwaceng adalah awal mula gairah atau persiapan awal sebelum melakukan hubungan suami istri. Khasiat tanaman unik ini bisa menyembuhkan masuk angin, pegel-pegel dan bagi pasangan suami istri bisa meningkatkan gairah dan fitalitas.

Cara mengkonsumsinya juga beraneka ragam. Bisa dimakan langsung sebagai lalapan atau direbus dan diminum airnya. Ada juga yang dijemur kemudian ditumbuk dan dijadikan campuran kopi atau susu. Penduduk asli Dieng telah mengemas daun unik ini menjadi serbuk yang lebih mudah disajikan. Akan lebih nikmat rasanya jika diminum saat masih hangat dan dicampur kopi atau susu. Tiap satu bungkus berisi 10 sachet dan dihargai Rp.1.500 – Rp.6.000. Di beberapa warung juga menyediakan aneka minuman hangat dengan campuran daun purwaceng.



Rangkaian bunga edelweis dan cemara lumut juga banyak dijual di lokasi wisata Dieng. Alat kerok'an dan cabe Bandung adalah oleh-oleh yang cukup unik untuk dibawa pulang.


Tanaman unik yang lain adalah cabai Bandung dan kentang merah. Tanaman ini memang asli dari daerah Bandung.Tetapi juga cocok dibudidayakan di dataran tinggi Dieng. Kedua tanaman ini memiliki kandungan gizi yang sangat bagus untuk kesehatan, karena dikembangbiakkan didaerah yang beriklim sejuk serta kandungan udara dan air tanah yang masih murni. Lombok Bandung sangat enak jika dimasak menjadi oseng-oseng ataupun sayur lombok. Tetapi yang dimasak hanya kulitnya saja. Satu kilogram lombok bandung dijual Rp.3.000 dan untuk 1 kg kentang merah seharga Rp.8.000. Aku sempat coba oseng-oseng lombok Bandung, dan rasanya “mak nyuss… bikin badan sampe kepala jadi hangat dan berkeringat…!!”

Selain beberapa tanaman tadi ada beberapa yang khas dari Dieng. Karena udara dataran tinggi ini sangat dingin, masyarakat juga membuat beberapa kerajinan tangan dari logam yang berguna sebagai alat untuk kerokan. "Nah..!!! Orang Dieng kreatif kan..??? biar gak masuk angin dipasar Kawah Sikidang banyak dijual alat kerokan seharga Rp. 5.000 - Rp. 20.000. Selain itu juga banyak disediakan tanaman hias mulai dari Cemara Lumut hingga edelweis yang harganya cuma Rp. 1.500 - Rp.3.000.



Karakter kawah Sileri lebih tenang dibandingkan dengan kawah Sikidang yangarea letupannya berpindah-pindah.


Legenda Bocah Gimbal

Bocah gimbal adalah salah satu legenda masyarakat Dieng. Apa yang menyebabkan rambut mereka tumbuh seperti ini…?? Tidak banyak anak-anak di Kabupaten Banjarnegara dan Temanggung yang memiliki rambut gimbal. Mungkin hanya wisatawan beruntung saja yang bisa menemuinya. Dalam garis keturunan keluarga mereka tidak ada yang berambut gimbal. Tetapi anak-anak pilihan ini ditumbuhi rambut gimbal dikepalanya.



Tidak semua anak di daerah Dieng berambut gimbal.

Sayang pada saat diambil gambarnya, si bocah gimbal memalingkan muka dan lari sembunyi. Sepertinya mereka enggan untuk diambil gambarnya. Tetapi jika didekati tanpa membawa kamera, mereka cukup bersahabat.


Rambut seperti ini biasanya mulai tumbuh ketika memasuki usia 2 tahun, dan disertai dengan demam yang tinggi. Ada dua jenis rambut gimbal. Yakni gimbal pari dan gimbal kudi. Gimbal pari, rambut keriting memanjang. Sedangkan kudi, rambut bergerombol mirip sanggul.

Masyarakat asli percaya jika anak yang memiliki rambut gimbal adalah titisan tokoh yang sangat dikeramatkan di Wonosobo. Dan bocah gimbal ini akan diperlakukan istimewa oleh keluarganya.Untuk memotong rambut mereka tidak boleh asal-asalan. Karena akan mengakibatkan hal buruk bagi mereka. Ketika akan memotong rambut si bocah gimbal, diperlukan berbagai persiapan dan ritual ruwatan. Sebelum rambut gimbal ini dipotong, semua permitaan harus dituruti oleh keluarganya. Menurut kepercayaan masyarakat, jika tidak dituruti hal buruk akan menimpa si bocah dan keluarganya.


Perjalanan berlanjut ke Jogjakarta

Beberapa lokasi telah dikunjungi satu-persatu. Tetapi peserta rombongan tidak bisa terlalu lama mengunjungi satu lokasi karena cuaca dan waktu yang sangat terbatas. Dan akhirnya hunting foto lagi-lagi tidak bisa maksimal… Setelah puas menjelajahi tempat-tempat dikawasan wisata Dieng, rombongan bergegas meluncur menuju Jogjakarta. Dalam perjalanan kali ini rombongan memilih jalur melewati Magelang dan mampir di candi Borobudur. Karena sudah terlalu sore kang bro yang lain lebih memilih berfoto-foto didepan pintu masuk salah satu keajaiban dunia ini. Setelah puas perjalan kembali berlanjut menuju Kaliurang, Jogjakarta. Sepanjang perjalanan dari Dieng hingga Kaliurang guyuran air hujan masih tetap setia menemani laju sepeda motor. Meskipun begitu para cruiser tetap semanagat menyusuri jalanan basah Sepanjang Banjarnegara hingga Jogjakarta.



Mulai dari kawasan wisata Dieng hingga Kaliurang, hujan terus turun dengan deras.


Selepas Magrib rombongan tiba di Kaliurang. Gongngongan anjing peliharaan Kang Anjar langsung menyambut kedatangan kami. Setelah memarkir motornya, beberapa kang bro langsung mandi dan berganti dengan pakaian kering. Sedangkan yang lain bermalas-malasan sembari menikmati makanan yang disuguhkan tuan rumah. Lagi-lagi wisata kuliner.. Ternyata di sekitar rumah kang Anjar, masih banyak anak-anak yang melakukan Takbir keliling dengan membawa obor. Aku sempat mengabadikan momen tersebut dengan kamera mungilku. Hehehe... Jadi ingat masa kecilku dulu..



Menjelang hari raya Idul Adha ternyata di daerah Kaliurang masih banyak anak-anak yang melakukan takbir keliling sembari membawa obor sebagai penerangannya.


Sekitar pukul 19.00 beberapa Pulsarian Jogja berdatangan di rumah kang Anjar. Setelah asyik bercengkrama dan saling tukar pengalaman, rombongan besar ini bergerak menuju tengah kota Jogjakarta. Sebagai leader dan penunjuk arah adalah kang bro dari Pulsarian Jogja.


Dua Pohon Beringin di Alun-alun, Angkringan dan Tugu Jogjakarta

Keramaian menjelang Idhul Adha ternyata cukup membuat kami kesulitan mencari tempat perkir. Dan akhirnya rombongan berhenti di alun-alun selatan kraton Jogja. Sampai disana aku dan kang bro yang lain mencoba keunikan melewati celah diantara dua pohon beringin di alun-alun selatan Jogja. Menurut beberapa orang disana, tradisi masangin atau berjalan dengan mata tertutup melewati dua pohon beringin keramat ini bukanlah hal yang gampang.



Melewati dua pohon beringin di alun-alun Selatan Jogja dengan mata tertutup, ternyata tak semudah perkiraan kita.

Meski jarak yang aku tempuh kurang dari 80 langkah, dan yakin telah berjalan lurus, ternyata langkahku masih melenceng 3 meter ke arah salah satu pohon beringin.


Mungkin secara kasat mata hal tersebut sangatlah mudah dilakukan. Dari jarak kurang lebih 80 langkah ditarik garis lurus tepat dari tengah-tengah kedua pohon beringin. Dan dengan mata tertutup seseorang berjalan menuju celah diantara kedua pohon tersebut. Aku sempat mencoba dengan jarak yang lebih pendek, mungkin sekitar 70 langkah. Dan ternyata aneh bin ajaib, arah langkahku melenceng sekitar 3 meter dari sisi kedua pohon beringin itu. Padahal aku sangat yakin langkahku sudah lurus. Ada salah seorang teman yang pernah mencoba berjalan di tempat lain dengan mata tertutup. Mekipun jaraknya lebih dari 100 langkah tetapi langkah kakinya bisa tetap lurus. Dan ketika dicoba berjalan dengan mata tertutup diantara kedua pohon beringin, justru langkah kakinya melenceng jauh. Aneh memang….

Menurut beberapa pengunjung, konon siapa yang bisa melewati sisi diantara kedua pohon beringin itu, apa yang menjadi cita-citanya bisa dengan mudah terwujud, dan ketika berjalan pikiran harus tetap bersih... Apa mungkin waktu itu pikiranku lagi kotor ya..??



Untuk mengobati kekecewaan karena tidak bisa jalan-jalan di Malioboro, akhirnya kami mengambil gambar di Tugu Jogjakarta


Setelah puas berjalan-jalan menikmati keramaian alun-alun, kang bro pulsarian Jogja mengajak rombongan untuk keliling menikmati keindahan malam. Sayang sekali malam itu jalan Malioboro sangat ramai dan macet, Jadi tidak sempat mampir menikmati jalan paling popular itu. Rombongan terus menuju salah satu tempat angkringan paling terkenal di Jogja. Kata orang-orang angkringan itu adalah langganan beberapa artis ibu kota. Menurut salah seorang pengunjung, jika beruntung kita bisa bertemu dengan Indro warkop.



Di warung angkringan ini, para selebritis dan artis ibukota sering mampir menikmati kuliner khas kota gudeg.


Saatnya makan…!! Sego kucing adalah menu favorit yang menjadi tujuan para biker Surabaya ini. Sego kucing bakar, teh anget, tempe serta tahu bacem dan berbagai pilihan lauk kami santap dengan lahap. Setelah acara makan-makan selesai kamipun bergerak menuju rumah kang Anjar di Kaliurang. Rombongan menginap dirumah ini dan melanjutkan perjalanan keesokan harinya.


Babe Sawaldi dan Jalur Evakuasi Lapar

Dari Kaliurang rombongan berencana pulang menuju kota Surabaya. Tetapi dalam perjalanan pulang, mendapat telpon dan diminta mampir di rumah babe Sawaldi salah satu cruiser dari Solo. Di Asrama Militer Ngeblokan KOREM 074 / WRT ini, lagi-lagi rombongan dijamu dengan aneka makanan dan minuman. Babe Sawaldi juga sempat memberikan tablet suplemen penambah stamina. Dan seperti biasa beberapa makanan dan minuman dimasukkan ke dalam box untuk dinikmati di perjalanan.



Di rumah dinas babe Sawaldi, lagi-lagi cruiser POC dijamu dengan aneka makanan dan minuman.

Sekitar jam 15.00wib perjalanan dilanjutkan kembali. Dengan diantar 2 cruiser Solo, melesat melewati daerah Karanganyar dan terus naik menuju Tawangmangu. Semenjak memasuki kawasan gunung Lawu, hujan terus mengguyur tak henti-hentinya. Meskipun begitu perjalanan terus dilanjutkan.


Hingga di kawasan Cemoro Kandang, kabut dan hujun masih tetap setia menemani perjalanan kami.

Gunung Lawu adalah salah satu gunung yang paling dikeramatkan oleh masyarakat Jawa. Gunung ini disebut juga Wukir Mahendra. Ketinggian puncaknya mencapai 3.200 m dpl. Setiap bulan Suro gunung ini akan banyak didatangi para peziarah, pencari berkah maupun para pendaki. Bahkan jika kita mendaki sampai puncak Lawu pada bulan Suro, disana banyak terdapat warung yang menjajakan aneka minuman hangat , makanan dan bakso.


Jalur evakuasi lapar siap memberikan pertolongan pertama untuk para pendaki gunung, maupun pengguna jalan yang sedang kelaparan.


Setelah dari Cemoro kandang, kang Bro rombongan POC merapat menuju salah satu warung di depan pintu masuk pendakian gunung Lawu ini. Nama warung itu cukup unik. 'Jalur Evakuasi Lapar' adalah nama yang diberikan untuk warung aneka minuman hangat, jajan gorengan, makanan, dan pernik-pernik untuk sovenir. Tak terasa dalam sekejap beberapa tahu goreng diatas piring telah dilahap habis. Secara otomatis team evakuasi kelaparan langsung dengan cekatan membuatkan aneka gorengan hangat lagi...



Di warung 'evakuasi kelaparan' ini kami menikmati secangkir kopi panas dan aneka gorengan.

Letaknya yang strategis dan dipinggir tebing membuat para pembeli dengan leluasa manikmati pemandangan alam, sembari menikmati aneka makanan yang ada.


Dari warung ini kang bro Teguh dan temannya melepas rombongan CPMD. Jka dibandingkan dengan karakter jalan di kawasan Dieng, ruas jalan di lereng Lawu ini memiliki lebih banyak kelokan, tanjakan dan turunan yang tajam. Karena kondisi jalanan basah akhirnya rombongan harus sabar memacu laju motor dibawah rata-rata.



Kabut tebal tampak menyelimuti telaga yang menjad andalan wisata kabupaten Magetan ini.

Telaga Sarangan merupakan obyek wisata alam, di lereng sebelah timur Gunung Lawu. Letaknya sekitar 16 km arah barat kota Magetan. Tepatnya berada di wilayah kecamatan Plaosan. Telaga yang memiliki luas sekitar 30 hektare serta kedalaman kurang lebih 28 meter ini, disebut juga telaga Pasir. Berbagai fasilitas wisata seperti penginapan, persewaan perahu, persewaan kuda dan kios cinderamata juga sudah banyak disediakan. Bagi yang sempat mampir di kawasan wisata ini, jangan lupa untuk mencicipi sate kelinci. Kuliner satu ini banyak di jajakan di sepanjang tepian telaga. Setiap malam Jumat Pon pada bulan Ruwah, digelar upacara ritual Bersih Desa. Dalam ritual tersebut dilakukan labuh sesaji dengan melarung berbagai tumpeng dan hasil bumi kedalam telaga. Ini adalah salah satu wujud syukur masyarakat Plaosan kepada Sang Pencipta.


Menikmati keindahan alam dan keunikan mayarakatnya, adalah obat mujarab pengusir kejenuhan rutinitas kerja. Meski badan capek, tetapi otak bisa lebih fresh…..

Setelah puas menikmati keindahan alam gunung Lawu rombongan Cruiser POC memutuskan untuk pulang. Mulai dari Magetan kang Aji bertindak sebagai leader rombongan. Lagi-lagi sepanjang jalan Magetan-Caruban-Nganjuk hujan masih turun dengan derasnya. Sesampai di pertigaan tugu Adipura kabupaten Nganjuk , rombongan berhenti untuk istirahat dan makan. Rencananya sih pengin makan nasi becek khas Nganjuk. "Tapi hari kurban gini ada yang buka apa gak ya..?" Karena takut gak ada yang buka , akhirnya kami memesan nasi dan mie goreng di warung pojok tugu Adipura. Setelah selesai para cruiser kembali mamacu laju motornya.

Setelah memasuki kota Nganjuk, rombongan menikmati makan malam di warung pojok di sebelah selatan tugu Adipura Nganjuk.

Dari pertigaan ini rombongan pecah menjadi dua. Rombongan POC Surabaya langsung meluncur arah Jombang, sedangkan aku dan POC Kediri mengambil arah belok kanan menuju Kediri. Dipertigaan Loceret aku memisahkan diri dan pulang menuju Prambon. Sekalian untuk menjenguk keluarga dan menikmati masakan rumah. Keesokan harinya sekitar jam 05.00 aku kembali meluncur menuju kota Surabaya. Dan jam 09.00wib , aku telah kembali lagi berkutat dengan rutinitas kerja..... "Wuiih.... Capek sih... Tapi pikiran lebih fresh..!!"

*Foto-foto : by Bembenk, Pungky, Puguh, A'ang