30 Desember 2008

"Petilasan Sri Aji Jayabaya"



Setelah mengelar doa bersama di balai desa Menang,
rombongan melakukan kirab menuju petilasan Jayabaya.


Pada abad XII kerajaan Kediri pernah dipimpin oleh seorang raja yang bergelar prabu Sri Aji Jaya Baya. Dalam sejarah kerajaan Kediri, Jayabaya adalah raja yang dikenal sakti dan mampu meramalkan kejadian yang akan datang. Ramalan itu dikenal dengan "Jongko Joyoboyo. Bahkan beberapa masyarakat percaya ramalan tersebut masih berlaku hingga sekarang.



Selain pada 1 Muharam, pada hari-hari tertentu petilasan ini juga ramai dikunjungi para peziarah.

Menurut para sesepuh desa Menang, Jayabaya adalah titisan dari dewa Wisnu. Yaitu dewa yang menjaga keselamatan dan kesejahteraan di muka bumi. Cerita rakyat yang berkembang di masyarakat pada akhir hidupnya Jayabaya tidaklah meninggal. Melainkan muksa atau raib jiwa beserta jasadnya. Tempat muksa Jayabaya terletak di desa Menang, kecamatan Pagu. Tepatnya sekitar 8 km dari kota Kediri.


Selama prosesi upacara berlangsung, hanya para sesepuh beserta pembawa perlengkapan ubo rampe
saja yang diperbolehkan masuk area petilasan.

Menurut Misri sang juru kunci petilasan, ada empat tempat sakral di komplek tersebut. Beberapa tempat itu adalah loka mukso yaitu tempat prabu Jayabaya menghilang atau mukso, loka busana tempat meletakkan busana kebesarannya sebelum muksa, loka mahkota sebuah tempat untuk meletakkan mahkotanya, dan yang terakhir adalah Sendang Tirto Kamandanu tempat pemandian yang biasa digunakan Jayabaya.


Loka Mahkota adalah tempat prabu Jayabaya meletakkan mahkota, beberapa saat sebelum muksa.
Bentuk bangunannya menyerupai cungkup mahkota setinggi 4 meter.


Pada awal tahun baru Hijriyah atau 1 Muharam komplek tempat muksanya Jayabaya ramai dikunjungi orang. Mereka datang dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda. Mulai dari sekedar berziarah hingga mencari berkah. Di komplek petilasan pada tanggal 1 Muharam atau 1 Suro digelar berbagai prosesi ritual napak tilas. Acara yang diadakan oleh Yayasan Hontodento dari Yogyakarta dan pemerintah kabupaten Kediri ini, selain untuk menghormati Jayabaya juga dijadikan agenda wisata budaya rutin tiap tahun. Rangkaian prosesi tersebut diawali dengan doa bersama yang digelar di balai desa Menang.



Dalam prosesi tabur bunga, pembawa dan yang menaburkan bunga haruslah gadis yang masih perawan.

Selanjutnya rombongan warga yang mengenakan busana Jawa tersebut, melakukan kirab atau berarakan menuju petilasan. Dalam barisan kirab terdiri dari para sesepuh, pembawa payung pusaka, pembawa bunga dan warga sekitar. Rombongan pembawa ubo rampe atau segala kebutuhan upacara lebih didominasi oleh para gadis yang masih perawan dan para jejaka. Setelah memasuki area petilasan tidak semua rombongan bisa memasuki petilasan. Hanya para sesepuh dan pembawa ubo rampe saja yang boleh masuk. Setelah prosesi upacara selesai, rombongan yang lain baru diperbolehkan masuk.



Peserta ritual lebih banyak didominasi oleh para gadis dan jejaka.

Di area petilasan digelar beberapa prosisi upacara, antara lain prosesi tabur bunga yang dilakukan oleh para perawan disekitar tempat muksanya Jayabaya. Tak jarang dalam prosesi ini para pengunjung berebut bunga yang digunakan ritual tabur bunga. Menurut para peziarah, bunga yang digunakan dalam upacara ini banyak memiliki berkah. Selanjutnya prosesi utama adalah penyemayaman pusaka Jayabaya di lokasi petilasan. Dalam ritual ini dilanjutkan permohonan doa yang dipimpin oleh seorang sesepuh.



Dengan diselimuti aroma dupa seorang sesepuh memanjatkan doa di area petilasan.

Seluruh rangkaian ritual tersebut, diakhiri di Sendang Tirto Kamandanu. Sebuah sendang yang terletak sekitar 1 km dari petilsan tempat muksa Jayabaya. Hal ini dilakukan untuk membuang sial dan pengaruh jahat yang bisa mengganggu para peserta ritual.


Setelah beberapa ritual di kompleks petilasan selesai digelar,
rombongan melanjutkan kirab menuju Sendang Tirto Kamandanu.


Meskipun seluruh prosesi ini dilakukan setiap satu tahun sekali, tapi pada hari-hari tertentu petilasan Jayabaya juga ramai dikunjungi orang baik dari dalam maupun luar kabupaten Kediri. Menurut warga sekitar petilasan, tak jarang para tokoh politik juga sering melakukan ziarah ditempat ini.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Yes indeed, in some moments I can say that I agree with you, but you may be considering other options.
to the article there is stationary a question as you did in the fall publication of this solicitation www.google.com/ie?as_q=internet download manager 5.11 ?
I noticed the phrase you procure not used. Or you partake of the dreary methods of inspiriting of the resource. I have a week and do necheg