20 Desember 2008

"Menguntai Benang Menuai Asa.."


Meski bentuknya sederhana, beberapa orang menggunakan kain serbet
sebagai pemanis tampilan pada sebuah hidangan.


Siapa sangka sebuah lap meja atau serbet yang dipandang sebelah mata ternyata memiliki banyak manfaat. Selembar kain berukuran 50 cm ini biasa digunakan sekedar untuk membersihkan meja makan hingga pemanis tata letak sebuah menu hidangan. Dengan sebuah serbet seorang pengunjung resto atau rumah makan bisa nyaman dan yakin akan kebersihan makanan yang dihidangkan.



Untuk mengoperasikan alat pintal dibutuhkan konsentrasi tinggi,
kesabaran, kejelian, bakat, kecepatan tangan dan stamina yang kuat untuk mengayuh pedal.

Untuk membuat sebuah serbet atau lap meja ternyata memiliki runtutan yang cukup panjang. Sebelum berupa serbet, terlebih dahulu kita harus membuat seutas benang dari kapas. Dengan bantuan sebuah alat selanjutnya beberapa benang dipintal menjadi selembar kain, dan dengan keahlian khusus bisa dihias berbagai motif yang menarik.

Keahlian memintal kain banyak dimiliki oleh masyarakat kampung Padangan, kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Selain sebagai petani dan pedagang, masyarakat desa ini bermata pencaharian sebagai pemintal kain. Bahkan dalam satu keluarga ada yang memiliki alat pintal lebih dari tiga buah. Di desa ini bahan dasar pembuatan benang disuplai oleh beberapa pemasok.



Sesekali Suminten harus menghentikan alat pintal,
untuk menyambung benang yang putus dan merapikan hasil pintalannya.

Sudah sejak turun-menurun kegiatan memintal kain ditekuni ibu-ibu rumah tangga. Salah satunya adalah Suminten (37). Semenjak berusia 12 tahun ibu satu anak ini menekuni pekerjaan memintal kain untuk serbet. Menurutnya tidak semua orang bisa melakukan pekerjaan ini. Meskipun dengan belajar belum tentu bisa mengoprasikan alat pintal. Semua harus ditunjang bakat alami dari orang tua.

Dalam sebuah rangkaian alat pintal, banyak terdapat bagian-bagian yang memiliki nama dan fungsinya sendri-sendiri. Kerangka alat pintal yang terbuat dari kayu biasa disebut tustel. Untuk meratakan benang agar tidak kusut dibutuhkan sebuah alat bernama sisir. Ada sebuah alat yang disebut rudal, dengan sistem kerja bergerak maju mundur untuk memasukkan benang. Masih banyak nama unik dan bagian yang lainnya.

Untuk mengoperasikan alat pintal dibutuhkan konsentrasi tinggi, kesabaran, keahlian dan kecepatan tangan dalam menata benang serta kejelian mata melihat hasil pintal. Selain itu stamina yang bagus juga dibutuhkan untuk mengayuh dua pedal agar alat pintal bisa bekerja.



Karena kondisi kesehatan semakin melemah, tak jarang Suminten dibantu oleh anak laki-lakinya.

Disebuah rumahnya yang sederhana Suminten telah 25 tahun menekuni pekerjaan memintal kain ini. Dalam satu hari bisa menghasilkan hingga 10 meter kain. Untuk 1 meter kain biasanya dihargai Rp. 1.900. Beberapa kain hasil buatanya ini akan diolah dan dipotong sendiri oleh para pengepulnya. Serbet hasil karya ibu-ibu ini biasa dipasarkan di Jogjakarta, Semarang, Malang dan Surabaya. Biasanya setiap 50 meter hingga 100 meter, kain hasil buatannya akan dijual ke pengepul. Tak jarang pera pengepul sendiri yang mengambil dirumahnya.

Selain memintal benang Suminten juga membuka toko yang menjual kebutuhan sehari-hari. Hal ini dikarenakan semakin hari kesehatannya semakin menurun. Menurut dokter dia disarankan untuk banyak istirahat. Jika dahulu dalam sehari dia mampu menghasilkan 15 meter kain, kini hanya mapu menghasilkan kurang dari 10 meter. Saat ini Suminten mengaku sudah tidak seproduktif dulu. Dia akan berhenti memintal jika kondisi badannya capek dan mulai melemah.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

ternyata CPMD kemaren nggak siasia... ada hasil yang memang musti diambil dari mendung kelabu.. gut job kang bro... weik... hehehe...

selimut mengatakan...

coba kalo produknya dijual ke luar negeri, pasti dibayar mahal..
kadang produk dalam negeri lebih diakui orang luar